Selasa, 31 Maret 2015

Produk domestik bruto



BAB I PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.

1.2            Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas tentang :
a.       Produk domestik bruto
b.      Faktor-faktor penentu prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia
1.3            Tujuan Makalah
a.       Mengetahui produk domestik bruto
b.      Mengetahu faktor-faktor pertumbuhan ekonomi di Indonesia
BAB II ISI
a.      Produk domestik bruto
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil <!-(atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)--> mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor)
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Antara tahun 1965 sampai 1997 perekonomian Indonesia tumbuh dengan persentase rata-rata per tahunnya tujuh persen. Dengan pencapaian ini Indonesia tidak lagi berada di tingkatan “negara-negara berpendapatan rendah” melainkan masuk ke tingkatan “negara-negara berpendapatan menengah”. Meskipun demikian, Krisis Keuangan Asia yang terjadi di akhir tahun 1990an telah memberikan efek negatif bagi perekenomian nasional, akibatnya produk domestik bruto (PDB) Indonesia turun 13.6 persen di tahun 1998 dan naik sedikit di tahun 1999 sebanyak 0.3 persen. Antara tahun 2000 sampai 2004 perekenomian mulai memulih dengan rata-rata pertumbuhan PDB sebanyak 4.6 persen per tahun. Setelah itu PDB Indonesia meningkat dengan nilai rata- rata per tahun sekitar enam persen, kecuali tahun 2009 dan 2013, ketika gejolak krisis keuangan global dan ketidakpastian terjadi. Meski masih cukup mengagumkan, PDB Indonesia turun ke nilai 4.6 persen dan 5.8 persen pada kedua tahun tersebut.
b.      Faktor-faktor penentu prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia
Secara garis besar, terdapat sedikitnya 2 (dua) faktor yang menentukan prospek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Adapun kedua faktor tersebut adalah faktor internal dan eksternal.
1.         Faktor Internal
Krisis ekonomi pada tahun 1998 yang disebabkan oleh buruknya fundamental ekonomi nasional, serta lambatnya proses pemulihan ekonomi nasional pasca  peristiwa tersebut menyebabkan banyak investor asing yang enggan (bahkan hingga sampai saat ini) menanamkan modalnya di Indonesia. Kemudian proses pemulihan serta perbaikan ekonomi nasional juga tidak disertai kestabilan politik dan keamanan yang memadai, penyelesaian konflik sosial , serta tidak adanya kepastian hukum. Padahal faktor-faktor non ekonomi inilah yang merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat resiko yang terdapat di dalam suatu Negara untuk menjadi dasar keputusan bagi para pelaku usaha atau investor terutama asing, untuk melakukan usaha atau menginvestasikan modalnya di Negara tersebut. 2.

2.      Faktor Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional serta dunia merupakan faktor eksternal yang sangat penting untuk mendukung proses pemulihan ekonomi di Indonesia. Mengapa kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia tersebut dinilai penting? Sebab, apabila kondisi perdagangan dan perekonomian  Negara-negara tersebut terutama mitra Indonesia sedang melemah, maka akan  berdampak pula pada proses pemulihan yang akan semakin mengulur waktu dan akibatnya dapat menghambat kemajuan perekonomian di Indonesia.


BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto(GNP) atau Produk Domestik Bruto(GDP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara. Dan faktor faktor penentu prospek pertumbuhan ekonomi indonesia meliputi internal dan eksternal

REFERENSI:



Minggu, 29 Maret 2015

Sejarah Ekonomi Indonesia



BAB I PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang
Sejarah perekonomian Indonesia merupakan suatu catatan penting untuk melihat bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia dalam perjalanan waktunya. Kondisi perekonomian Indonesia mengalami  berbagai dinamika seiring perputaran waktu. Hal itu relevan diungkapkan sebagai bagian untuk mengetahui realita perekonomian Indonesia.
Sejarah ekonomi mengkaji dua masalah utama, yaitu perubahan ekonomi secara angka dan kondisi masyarakat selama perubahan itu berlangsung. Indonesia merupakan sebuah kenyataan bangsa yang mendiami geografis yang subur, namun pernah diperas oleh bangsa lain. Sebagai sebuah sejarah, kondisi ini lebih sering dikaitkan terhadap aspek politik Jawa dalam hubungannya dengan dunia internasional pada saat itu. Potret ekonomi sepanjang sejarah itu pun dirasakan sebagai bentuk eksploitasi penjajahan semata.
1.2            Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas tentang :
a.       Sejarah prakolonialisme
b.      Era Pendudukan Jepang
c.       Ekonomi indonesia pada masa ORLA, ORBA dan reformasi
1.3            Tujuan Makalah
Memahami tentang perkembangan perekonomian di Indonesia dari jaman pra kolonial sampai reformasi
BAB II ISI
2.1           Sejarah pra kolonialisme
Pada masa sebelum kekuatan Eropa Barat mampu menguasai daratan dan perairan Asia Tenggara, belum ada Indonesia. Nusantara yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan tanah yang dikuasai oleh berbagai kerajaan dan kekaisaran, kadang hidup berdampingan dengan damai sementara di lain waktu berada pada kondisi berperang satu sama lain. Nusantara yang luas tersebut kurang memiliki rasa persatuan sosial dan politik yang dimiliki Indonesia saat ini. Meskipun demikian, jaringan perdagangan terpadu telah berkembang di wilayah ini terhitung sejak awal permulaan sejarah Asia. Terhubung ke jaringan perdagangan merupakan aset penting bagi sebuah kerajaan untuk mendapatkan kekayaan dan komoditas, yang diperlukan untuk menjadi kekuatan besar. Tapi semakin menjadi global jaringan perdagangan ini di nusantara, semakin banyak pengaruh asing berhasil masuk; suatu perkembangan yang akhirnya akan mengarah pada kondisi penjajahan.
Sejarah Indonesia memiliki ciri sangat khas, yaitu umumnya berpusat di bagian barat Nusantara (khususnya di pulau Sumatera dan Jawa). Karena sebagian besar bagian timur Nusantara memiliki sedikit kegiatan ekonomi sepanjang sejarah (terletak jauh dari jalur perdagangan utama), hal itu menyebabkan sedikitnya kegiatan politik; suatu situasi yang berlanjut hingga hari ini.

- Kedatangan Bangsa Eropa di Indonesia
Pada tahun 1511 Malaka ditaklukkan oleh armada Portugis di bawah pimpinan Afonso de Albuquerque. Meskipun demikian, penaklukan ini memiliki konsekuensi yang luas bagi jalur perdagangan. Malaka, yang dulu merupakan pelabuhan kaya, dengan cepat hancur di bawah kekuasaan Portugis yang tidak pernah berhasil memonopoli perdagangan Asia. Setelah penaklukan, para pedagang segera mulai menghindari Malaka dan pergi membawa bisnis mereka ke beberapa pelabuhan lain. Johor (Malaysia), Aceh (Sumatra) dan Banten (Jawa) adalah negara yang mulai mendominasi perdagangan rempah-rempah karena pergeseran jalur-jalur perdagangan.
Belanda juga tertarik untuk membangun cengkeraman yang kuat pada jaringan perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara. Ekspedisi pertama mereka mencapai Banten pada tahun 1596 tapi disertai dengan permusuhan antara Belanda dan penduduk pribumi. Setelah tiba kembali di Belanda, ekspedisi ini masih menunjukkan keuntungan besar yang memperlihatkan bahwa ekspedisi ke kawasan Asia Tenggara sebenarnya menghasilkan banyak uang. Namun saking banyaknya ekspedisi yang diadakan oleh beberapa perusahaan Belanda (ke Nusantara), menimbulkan dampak negatif pada keuntungan mereka. Persaingan memperebutkan rempah-rempah mendongkrak kenaikan harganya di Nusantara sementara peningkatan pasokan rempah-rempah menyebabkan penurunan harga di Eropa. Hal ini membuat pemerintah Belanda memutuskan untuk menggabungkan perusahaan pesaingnya menjadi satu badan usaha yang disebut Serikat Dagang Hindia Timur (Vereenigde Oost Indische Compagnie-, disingkat VOC). Mereka menerima kekuasaan berdaulat yang besar untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Asia serta menyingkirkan pesaing Eropa lainnya. VOC memutuskan untuk memiliki kantor pusatnya tidak di Maluku (jantung pulau penghasil rempah-rempah) tetapi lebih strategis dekat Selat Malaka dan Selat Sunda. Pilihannya jatuh pada Jakarta saat ini. Pada tahun 1619 Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen mendirikan Batavia di atas puing-puing kota Jayakarta yang dihancurkan karena sikapnya yang memusuhi  Belanda. Batavia menawarkan prospek dagang yang bagus, sehingga menyebabkan timbulnya imigrasi banyak orang (terutama orang Cina) ke kota berkembang pesat ini.

Menuju Pemerintahan Kolonial di Indonesia
Sementara itu, negara-negara Islam terus berkembang di Nusantara. Di Aceh (Sumatra) Sultan Iskandar Muda mendirikan kekuasaan besar di awal abad ke-17, mengendalikan cadangan lada dan timah. Namun, ia tidak pernah berhasil membangun hegemoni di sekitar Selat Malaka seperti Johor dan Portugis yang merupakan pesaing kuat. Setelah pemerintahan Iskandar Muda, Aceh mengalami periode panjang perpecahan internal yang menghentikannya menjadi kekuatan penting di luar ujung utara Sumatera. Di Jawa Tengah dua kekuasaan Islam baru yang kuat muncul di paruh kedua abad ke-16. Kekuasaan ini adalah distrik Pajang dan Mataram yang, setelah melalui perjuangan panjang, berhasil menghentikan dominasi politik daerah pesisir di utara Jawa. Mataram menjadi dinasti yang paling kuat dan paling lama dari dinasti Jawa modern, dengan masa pemerintahan Sultan Agung sebagai kejayaan politik. Sultan Agung berkuasa pada tahun 1613-1646 dan berhasil menaklukkan hampir seluruh daratan Jawa, kecuali kerajaan Banten di Jawa Barat dan kota Batavia. Penguasaan Belanda terhadap Batavia adalah ibarat onak/duri di mata Sultan Agung yang ingin menguasai seluruh daratan pulau. Dalam dua kesempatan ia mengirim pasukannya untuk menaklukkan kota Belanda ini tapi gagal kedua-duanya.
VOC dengan cepat menyebarkan kekuasaannya di Nusantara dan mendapatkan kendali atas produksi cengkeh dan pala di Kepulauan Banda (Maluku) dengan menggunakan langkah-langkah ekstrim seperti genosida (pembantaian massal). VOC terus memperluas jaringan pos perdagangannya di seluruh Nusantara. Kota dan pelabuhan yang memainkan peran sentral dalam jaringan perdagangan Belanda ini adalah Surabaya (Jawa Timur), Malaka (Malaysia Barat) dan Banten (Jawa Barat). Meskipun undang-undang VOC pada awalnya tidak memperbolehkan mengganggu politik internal negara pribumi, namun VOC mengakar cukup kuat dalam politik Mataram di Jawa Tengah. Setelah kematian Sultan Agung, Mataram dengan cepat merosot dan sengketa suksesi muncul sekitar akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18. Belanda memainkan taktik memecah-belah dan menaklukkan yang pada akhirnya mengakibatkan pembagian kerajaan Mataram menjadi empat bagian dengan penguasanya menjadi tunduk kepada Belanda. Meskipun kedudukan Belanda masih agak lemah di luar Pulau Jawa, perkembangan politik di Jawa ini dapat dianggap sebagai tahap awal penjajahan Belanda di Nusantara.

2.2          Era Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang bertugas menyiapkan kemerdekaan.
·         Dampak Aspek Ekonomi dan Sosial pada era pendukan jepang
Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
    Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
2.3           Ekonomi Indonesia Pada Masa :
1.      Masa Orde Lama ( 1945 – 1967 )
Perekonomian Indonesia pada masa orde lama perlu dicermati karena pada masa tersebut, Indonesia merupakan Negara yang baru saja merdeka. Dalam masa ini, perkembangan perekonomian dibagi dalam 3 (tiga) masa, yaitu :
a.       Masa Kemerdekaan ( 1945 – 1950 )
Dalam menghadapi krisis, pemerintah menempuh beberapa kebijakan, yaitu :
-          Pinjaman Nasional.
-          Pemenuhan Kebutuhan Rakyat
-          Melakukan Konferensi Ekonomi
-          Membuat Rencana Pembangunan
-          Membangun Partisipasi Swasta Dalam Pembangunan Ekonomi
-          Nasionalisasi Bank Indonesia

2.      Masa Orde Baru ( 1967 – 1998 )
Masa Orde Baru identik dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dikenal beberapa tahapan pembangunan yang menjadi agendanya. Orde Baru mengawali rezimnya dengan menekankan pada prioritas stabilitas ekonomi, dan politik. Program pemerintah berorientasi pada pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan Negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang baru melalui pendekatan demokrasi pancasila, dan secara perlahan campur tangan pemerintah dalam perekonomian mulai masuk.
Pentingnya aspek pemerataan disadari betul dalam masa ini sehingga muncul istilah 8 (delapan) jalur pemerataan sebagai basis kebijakan ekonominya, yaitu :

            1)    Kebutuhan Pokok
            2)    Pendidikan dan kesehatan
            3)    Pembagian pendapatan
            4)    Kesempatan kerja
            5)    Kesempatan berusaha
            6)    Partisipasi wanita dan generasi muda
            7)    Penyebaran pembangunan
            8)    Peradilan

3.      Masa Reformasi (1998 - Sekarang)
Masa reformasi dianggap sebagai tonggak baru perjalanan kehidupan bangsa Indonesia dari sisi sosial dan politik. Muncul beberapa kebijakan yang kemudian menjadi landasan bagi perjalanan sejarah Bangsa Indonesia kedepan. Kebijakan yang paling menonjol adalah adanya pergeseran pengelolaan pemerintahan dari sentralitis menjadi desentralitis.
-          Masa Presiden BJ. Habibie ( 21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999 )
-          Masa Presiden Abdurrahman Wahid / Gus Dur ( 20 Oktober 1999 - 23 Juli 2001 )
-          Masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri ( 23 Juli 2001 - 20 Oktober 2004 )
-          Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 - Sekarang )

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Waktu dapat mempengaruhi perjalanan kondisi perekonomian. Perjalanan waktu yang diiringi dengan perubahan dinamika, baik sosial dan politik, ternyata memberikan kontribusi pada kebijakan yang dihasilkan pada periode masing-masing pemerintah. Namun di tengah realita adanya keberlanjutan secara menyeluruh terhadap kebijakan dari setiap periode-periode pemerintahan sebelumnya, Indonesia masih mempunyai harapan terhadap kondisi perekonomian. Prospek ekonomi Indonesia ternyata didukung oleh kondisi yang signifikan, baik dari sisi mikro dan makro, serta sektoral.

REFERENSI: